Laba PLN 2010
Laba PLN Rp 10,356 Triliun
Masih Terancam Minimnya Pasokan Gas
Kamis, 15 April 2010 | 04:05 WIB
Jakarta, Kompas - PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) mencatat laba bersih Rp 10,356 triliun tahun 2009 setelah tahun sebelumnya merugi. PLN kini punya kemampuan untuk menambah pinjaman guna membiayai pembangkit baru dan penguatan jaringan transmisi.
”Perbaikan neraca keuangan ini disebabkan penerapan program efisiensi biaya pemeliharaan, kepegawaian, dan administrasi,” kata Direktur Keuangan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Setio Anggoro Dewo saat memaparkan laporan keuangan PLN yang sudah diaudit Kantor Akuntan Publik Deloitte, Rabu (14/4) di Jakarta.
Pencapaian laba itu juga dipengaruhi pergerakan nilai tukar dollar AS yang melemah terhadap rupiah belakangan ini sehingga PLN mencatat laba kurs Rp 7,6 triliun.
”Kebijakan margin public service obligation atau PSO sebesar 5 persen turut membuat likuiditas PLN menjadi lebih baik dan bankable karena bisa memenuhi persyaratan peminjaman dana,” kata dia.
”PLN juga mendapat tambahan pemasukan sepanjang tahun 2009 sebesar Rp 2,967 triliun dari kenaikan tarif pelanggan besar, yakni di atas 6.600 volt ampere untuk pemakaian di atas 80 persen rata-rata nasional,” kata Dewo.
Efisiensi di bidang administrasi juga mengurangi biaya sebesar 14,9 persen dari sebelumnya Rp 4,7 triliun menjadi Rp 4 triliun. Ada efisiensi sebesar Rp 700 miliar.
Direktur Bisnis dan Manajemen Risiko PT PLN Murtaqi Syamsuddin menambahkan, dampak paling signifikan terhadap kondisi keuangan perusahaan berasal dari kebijakan bauran energi dan penurunan susut.
”Efisiensi PLN yang menyumbang pada perbaikan kinerja perusahaan terutama berkurangnya pemakaian bahan bakar minyak dari 11,3 juta kiloliter ditekan menjadi 8,9 juta kiloliter pada tahun 2009,” ujarnya.
Sepanjang tahun 2009, PLN meningkatkan penggunaan gas dan batu bara sehingga pembelian bahan bakar dan minyak pelumas turun 29 persen dari Rp 107,8 triliun menjadi Rp 76,2 triliun.
Konsumsi bahan bakar minyak turun dari Rp 89,6 triliun menjadi Rp 47,8 triliun, sedangkan konsumsi bahan bakar nonminyak (batu bara, gas alam, panas bumi, dan air) meningkat dari Rp 17,9 triliun menjadi Rp 28 triliun.
Sementara susut jaringan turun dari 10,46 persen tahun 2008 menjadi 9,93 persen pada tahun 2009 dan susut distribusi turun dari 8,5 persen menjadi 7,93 persen.
”Penurunan ini terutama disebabkan perbaikan akurasi pencatatan meter pelanggan, mengurangi kerugian akibat penerangan jalan ilegal dengan menagih pembayaran kepada pemda, serta penyambungan listrik di permukiman penduduk yang selama ini memakai listrik secara ilegal,” ungkapnya.
Laba terancam turun
Namun, Murtaqi menyatakan, pada tahun 2010, laba bersih yang diperoleh PT PLN terancam merosot dibandingkan dengan tahun sebelumnya akibat pengurangan pasokan gas.
”Pasokan gas tahun ini memprihatinkan. PLN mengalami penurunan pasokan gas sehingga pemakaian bahan bakar minyak akan meningkat, yang berdampak pada pembengkakan biaya operasional,” kata dia.
Mulai awal Maret 2010, lanjutnya, pasokan gas ke Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap Muara Tawar mengalami penurunan cukup besar. Sebelumnya, pembangkit Muara Tawar mendapat pasokan gas hingga 230 british thermal unit per hari atau BBTUD, tetapi kini hanya terealisasi 100 BBTUD.
Jika penurunan pasokan gas itu terus terjadi hingga akhir tahun ini, biaya pokok penyediaan PLN juga akan bertambah hingga mencapai RP 3 triliun. ”Itu baru dari satu pembangkit,” ujarnya.
Selain berdampak pada kenaikan biaya pokok penyediaan listrik, pihaknya juga mengkhawatirkan mengenai keamanan pasokan BBM untuk pembangkit Muara Tawar. Oleh karena sejak awal pembangkit itu didesain untuk menggunakan gas sebagai bahan bakar, jumlah tangki BBM terbatas.
”Jika pasokan minyak terganggu, pembangkit Muara Tawar bisa kekurangan daya lebih dari 1.000 megawatt,” kata dia.
Kondisi keuangan
Berdasarkan laporan keuangan yang sudah diaudit, total pendapatan usaha PLN menurun dibandingkan tahun 2008, yakni dari Rp 164,2 triliun menjadi Rp 145,2 triliun, meski penjualan tenaga listrik naik dari Rp 84,2 triliun menjadi Rp 90,2 triliun.
”Hal ini disebabkan penurunan subsidi listrik pemerintah 31,6 persen dari Rp 78,6 triliun menjadi Rp 53,7 triliun,” ungkap Dewo.
Sementara itu, beban usaha menurun dibandingkan dengan 2008 sebesar 15,8 persen dari Rp 160,6 triliun menjadi Rp 135,5 triliun. Pengeluaran terbesar (56 persen) untuk pembelian bahan bakar dan pembelian tenaga listrik dari perusahaan swasta (18,8 persen).
Dari sisi aset, per 31 Desember 2009, PLN mencatat nilai aset sebesar Rp 333,7 triliun, naik 14,8 persen dibandingkan total aset tahun sebelumnya yang sebesar Rp 290,7 triliun.
Aset itu terdiri dari aset tidak lancar sebesar Rp 296,7 triliun dan aset lancar sebesar Rp 37 triliun. Adapun dari sisi kewajiban, tercatat total kewajiban tidak lancar sebesar Rp 154,8 triliun dan kewajiban lancar sebesar Rp 37,7 triliun. (EVY)
dari : blog sebelah
Makin Pintar dan dibayar
14 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar